Di banyak negara, industri daur ulang plastik masih menuai pendapat yang cukup beragam,
dan motif dalam perkembangan tren industri sendiri dipengaruhi oleh beberapa variabel
penting. Secara garis besar, daur ulang plastik terbagi ke dalam dua haluan. Yaitu daur ulang
secara mekanikal maupun non-mekanikal.
Daur ulang secara plastik mekanikal secara sederhana digambarkan sebagai proses merubah
plastik biasa menjadi bahan mentah sekunder yang siap diolah lagi, dengan kata lain tidak
mengubah struktur kimia dari plastik itu sendiri. Proses yang umum terjadi pada daur ulang
plastik mekanikal hanya sebatas pembersihan dari plastik yang telah dikumpulkan, lalu
dicacah kecil-kecil untuk siap diolah kembali.
Daur ulang plastik secara non-mekanikal biasanya merupakan perpanjangan tangan dari
daur ulang mekanikal. Proses ini secara sederhana bertujuan untuk merubah struktur kimia
dari plastik tersebut. Entah itu dimurnikan kembali menjadi BBM atau diubah wujudnya
menjadi benda padat lain seperti poliester atau bahan substitusi aspal. Namun jika ditinjau
secara global, proses mengkonversikan plastik menjadi BBM meraih popularitasnya sebagai
cara dalam mendongkrak industri ini juga untuk mengurangi pencemaran lingkungan.
Jika ditinjau lebih luas, industri daur ulang plastik kini sedang mengalami perkembangan
popularitasnya. Di mana berbagai perusahaan kecil maupun besar mulai terjun ke dalam
sektor bisnis ini. Menjadikan material limbah plastik sendiri memiliki fluktuasi harga yang
dipengaruhi beberapa variabel. Seperti tingkat jumlah pemain dalam industri ini atau dari
harga minyak dunia sendiri. Belum lagi bagaimana setiap negara memiliki beragam faktor
yang mempengaruhi sepak terjang perindustrian daur ulang plastik di negaranya.
Situasi Terkini Daur Ulang Plastik Global
Limbah plastik menjadi salah satu masalah yang cukup sulit untuk ditangani oleh banyak
negara di dunia. Di mana terbatasnya sistem penanganan limbah plastik yang benar-benar
mumpuni, maupun dorongan dari negara masing-masing yang memiliki motif dan
pandangannya sendiri terhadap penanganan limbah plastik. Terhitung per tahun 2018,
limbah plastik di dunia yang didaur ulang hanya berkisar di angka 9 persen dengan total
ratusan juta ton yang tersebar di daratan maupun lautan.
Sekiranya terdapat dua faktor utama yang mendorong negara dalam industri daur ulang
plastiknya. Yang pertama adalah negara-negara yang mempunyai dependensi kuat akan
regulasi peraturan domestik yang mengharuskan penanganan limbah plastik yang
benar-benar mumpuni. Pola industri semacam ini merupakan gambaran nyata yang terjadi di
beberapa negara di kawasan Eropa Barat dan Jepang
Sementara pola umum yang kedua adalah bagaimana industri daur ulang limbah plastik
didorong oleh permintaan masyarakat terhadap produk daur ulang plastik. Beberapa negara
muncul sebagai pesaing yang cukup kuat dalam pasar global karena daya impor dan jumlah
plastik yang didaur ulang, seperti contoh Tiongkok, India, dan Brazil.
Tiongkok selama 1 dekade terakhir merupakan aktor kunci dalam industri daur ulang plastik.
Di mana sekitar 7 sampai 9 juta ton limbah plastik didaur ulang di negara tersebut untuk
menjadi BBM atau produk-produk lain. Namun pada tahun 2018, Tiongkok sendiri telah
menutup jalur untuk impor limbah plastik. Hal ini sedikit banyak memiliki pengaruh bagi
negara-negara yang terbiasa untuk mengekspor limbah plastiknya ke Tiongkok. Seperti
Jepang, Amerika Serikat, dan Jerman.
Proyek Daur Ulang Plastik Di Masa Depan
Kebijakan Tiongkok untuk menutup jalur impor limbah plastik ke negaranya memiliki
implikasi yang cukup besar. Hal ini dikarenakan Tiongkok sendiri menguasai hampir 70
persen limbah plastik yang beredar di siklus ekspor-impor. Namun hal ini tidak menutup
kemungkinan kepada terbukanya peluang-peluang baru di masa depan bagi negara-negara
di berbagai kawasan.
Situasi yang saat ini terjadi adalah bagaimana terciptanya sebuah kekosongan akan “pemain
besar” dalam siklus daur ulang plastik. Otomatis merupakan kesempatan bagi negara untuk
meningkatkan kapasitas infrastrukturnya akan daur ulang plastik, dan hal tersebut
merupakan tantangan terberat dalam menjadi pengganti bagi Tiongkok. Karena meskipun
pengolahan limbah plastik atas dasar permintaan pasar memiliki implikasi yang baik untuk
ekonomi dan lingkungan, namun tetap akan sulit untuk mengejar kapasitas yang dimiliki
Tiongkok jika tidak diimbangi dengan infrastruktur domestik yang memadai.
Lebih daripada itu industri daur ulang plastik diperkirakan akan berkembang sebesar 6
persen CAGR (Compound Annual Growth Rate), terhitung dari tahun 2019 sampai di
penghujung 2028. Beberapa faktor menjadi penyebabnya, seperti bagaimana ekonomi
sirkular sedang diusung dan dipersiapkan di beberapa negara termasuk Indonesia.
Pemerintah domestik memainkan peranan yang penting dalam mengajak korporat untuk
terjun dalam bisnis ini, dan menciptakan infrastruktur yang dapat mendongkrak
pengumpulan limbah plastik.
Jika ditelaah lebih menyeluruh, kawasan Asia Pasifik telah secara konsisten mendominasi
pasar global dalam industri ini. Beberapa faktor seperti kebijakan domestik dan
pertumbuhan masyarakat yang pesat memiliki pengaruh dalam eskalasi daur ulang dan
penggunaan plastik itu sendiri. Serta bagaimana notabene kawasan Asia Pasifik mampu
mengusung jasa pengolahan limbah plastik dengan harga yang relatif murah, dan hal ini
diusung oleh negara seperti Tiongkok, Jepang, negara kawasan Asia Tenggara, dan India.